Sabtu, 17 September 2011

Cara Melihat Tuhan

Hubungan kita dengan Tuhan akan sangat ditentukan cara pandang kita kepadaNya. Ini kebenaran yang tak bisa disangkal lagi. Ada banyak bukti yang bisa mendukung pernyataan ini. Lihatlah Tuhan sebagai Diktator, maka hubungan kita dengan Tuhan seperti bos dengan karyawan. Kita sangat takut berbuat kesalahan. Bukan karena kita ingin hidup benar. Tapi karena kita takut kalau berkat kita akan disusutkan oleh Tuhan, persis seperti bos yang memotong gaji karyawannya.

Lihatlah Tuhan sebagai Hakim yang tak kenal belas kasihan, maka hubungan kita akan seperti hakim dan terdakwa. Kita selalu melihat Tuhan memegang palu dan siap-siap memvonis kita. Tak heran hubungan kita dengan Tuhan tidak akrab. Bagaimana bisa akrab jika kita takut mendekat? Bagaimana kita bisa mendekat kalau berpikir Ia sangat hobi mengetok palu tanda bersalah?

Lihatlah Tuhan sebagai Bapa yang sabar dan yang seakan tidak bisa marah, maka hubungan kita akan seperti bapa dengan anaknya yang kurang ajar. Kita akan gampang sekali berbuat dosa dan menganggap bahwa dosa adalah hal yang biasa. Kita pun berpikir pendek, toh nanti dosa kita juga diampuni Tuhan. Bukankah Ia penuh kasih dan pengampunan? Menjadi orang Kristen yang mempermainkan Tuhan, bahkan bersikap kurang ajar terhadapNya.

Lihatlah Tuhan sebagai Dalang, maka hubungan kita akan seperti dalang dengan wayangnya. Kita selalu merasa bahwa hidup kita ini tak ubahnya seperti robot yang sudah disetel dan diset sedemikian rupa oleh empunya. Lupa bahwa kita tidak diciptakan seperti robot, melainkan sebagai makhluk yang memiliki kehendak bebas.

Lalu bagaimana seharusnya kita melihat Tuhan? Jangan lihat Tuhan pada satu sisi saja. Tuhan memang Bos kita, tapi Ia tidak pernah melihat kita semata-mata sebagai upahanNya saja. Sebab Ia juga sekaligus menjadi Bapa yang baik bagi kita. Karena hubungan kita sebagai bapa dan anak, bukan berarti kita bisa mempermainkan Tuhan dan bersikap kurang ajar kepadaNya. Ingat, bahwa Tuhan juga sebagai Hakim yang tegas dan tak kenal kompromi dengan dosa. Meski kita anakNya, tapi Ia juga akan menghukum seandainya kita berbuat kesalahan. Pemahaman yang seperti ini akan membuat kita memiliki hubungan yang benar dengan Tuhan.

Jangan lihat Tuhan pada satu sisi saja, agar kita memiliki hubungan yang benar dengan Tuhan.

50 Tahun Salah Paham

Dikisahkan, disebuh gedung pertemuan yang amat megah, seorang pejabat senior istana sedang menyelenggarakan pesta ulang tahun perkawinannya yang ke-50. Peringatan kawin emas itu ramai didatangi oleh tamu-tamu penting seperti para bangsawan, pejabat istana, pedagang besar serta seniman-seniman terpandang dari seluruh pelosok negeri. Bahkan kerabat serta kolega dari kerajaan-kerajaan tetangga juga hadir. Pesta ulang tahun perkawinan pun berlangsung dengan megah dan sangat meriah.

Setelah berbagai macam hiburan ditampilkan, sampailah pada puncak acara, yaitu jamuan makan malam yang sangat mewah. Sebelum menikmati kamuan tersebut, seluruh hadirin mengikuti prosesi penyerahan hidangan istimewa dari sang pejabat istana kepada istri tercinta. Hidangan itu tak lain adalah sepotong ikan emas yang diletakkan di sebuah piring besar yang mahal. Ikan emas itu dimasak langsung oleh koki kerajaan yang sangat terkenal.

“Hadirin sekalian, ikan emas ini bukanlah ikan yang mahal. Tetapi, inilah ikan kegemaran kami berdua, sejak kami menikah dan masih belum punya apa-apa, sampai kemudian di usia perkawinan kami yang ke-50 serta dengan segala keberhasilan ini. Ikan emas ini tetap menjadi simbol kedekatan, kemesraan, kehangatan, dan cinta kasih kami yang abadi,” kata sang pejabat senior dalam pidato singkatnya.

Lalu, tibalah detik-detik yang istimewa yang mana seluruh hadirin tampak khidmat menyimak prosesi tersebut. Pejabat senior istana mengambil piring, lalu memotong bagian kepala dan ekor ikan emas. Dengan senyum mesra dan penuh kelembutan, ia berikan piring berisikan potongan kepala dan ekor ikan emas tadi kepada isterinya. Ketika tangan sang isteri menerima piring itu, serentak hadirin bertepuk tangan dengan meriah sekali. Untuk beberapa saat, mereka tampak ikut terbawa oleh suasana romantis, penuh kebahagiaan, dan mengharukan tersebut.

Namun suasana tiba-tiba jadi hening dan senyap. Samar-samar terdengar isak tangis si isteri pejabat senior. Sesaat kemudian, isak tangis itu meledak dan memecah kesunyian gedung pesta. Para tamu yang ikut tertawa bahagia mendadak jadi diam menunggu apa gerangan yang bakal terjadi. Sang pejabat tampak kikuk dan kebingungan. Lalu ia mendekati isterinya dan bertanya “Mengapa engkau menangis, isteriku?”

Setelah tangisan reda, sang isteri menjelaskan “Suamiku…sudah 50 tahun usia pernikahan kita. Selama itu, aku telah dengan melayani dalam duka dan suka tanpa pernah mengeluh. Demi kasihku kepadamu, aku telah rela selalu makan kepala dan ekor ikan emas selama 50 tahun ini. Tapi sungguh tak kusangka, di hari istimewa ini engkau masih saja memberiku bagian yang sama. Ketahuilah suamiku, itulah bagian yang paling tidak aku sukai.” tutur sang isteri.

Pejabat senior terdiam dan terpana sesaat. Lalu dengan mata berkaca-kaca pula, ia berkata kepada isterinya,” Isteriku yang tercinta…50 tahun yang lalu saat aku masih miskin, kau bersedia menjadi isteriku. Aku sungguh-sungguh bahagia dan sangat mencintaimu. Sejak itu aku bersumpah pada diriku sendiri, bahwa seumur hidup aku akan bekerja keras, membahagiakanmu, membalas cinta kasih dan pengorbananmu.”

Sambil mengusap air matanya, pejabat senior itu melanjutkan, “Demi Tuhan, setiap makan ikan emas, bagian yang paling aku sukai adalah kepala dan ekornya. Tapi sejak kita menikah, aku rela menyantap bagian tubuh ikan emas itu. Semua kulakukan demi sumpahku untuk memberikan yang paling berharga buatmu.”

Sang pejabat terdiam sejenak, lalu ia melanjutkan lagi “Walaupun telah hidup bersama selama 50 tahun dan selalu saling mencintai, ternyata kita tidak cukup saling memahami. Maafkan saya, hingga detik ini belum tahu bagaimana cara membuatmu bahagia.” Akhirnya, sang pejabat memeluk isterinya dengan erat. Tamu-tamu terhormat pun tersentuh hatinya melihat keharuan tadi dan mereka kemudian bersulang untuk menghormati kedua pasangan tersebut.

Moral cerita diatas:

Bisa saja, sepasang suami - isteri saling mencintai dan hidup serumah selama bertahun-tahun lamanya. Tetapi jika di antaranya tidak ada saling keterbukaan dalam komunikasi, maka kemesraan mereka sesungguhnya rawan dengan konflik. Kebiasaan memendam masalah itu cukup riskan karena seperti menyimpan bom waktu dalam keluarga. Kalau perbedaan tetap disimpan sebagai ganjalan dihati, tidak pernah dibiacarakan secara tulus dan terbuka, dan ketidakpuasan terus bermunculan, maka konflik akan semakin tak tertahankan dan akhirnya bisa meledak. Jika keadaan sudah seperti ini, tentulah luka yang ditimbulkan akan semakin dalam dan terasa lebih menyakitkan.

Kita haruslah selalu membangun pola komunikasi yang terbuka dengan dilandasi kasih, kejujuran, kesetiaan, kepercayaan, pengertian dan kebiasaan berpikir positif.

Saat bertemu orang yang pernah salah-paham padamu, gunakan saat tersebut untuk menjelaskannaya. Karena engkau mungkin hanya punya satu kesempatan itu saja untuk menjelaskan.

(^__^)..........GBU all

Sabtu, 10 September 2011

Mujizat Ekaristi - SANTAREM, PORTUGAL (tahun 1266)

Mujizat Ekaristi ini terjadi karena rasa sakit hati seorang wanita yang diperlakukan tidak baik oleh suaminya.

Untuk membalas perbuatan suaminya, wanita ini meminta pertolongan seorang dukun yang berjanji akan mengembalikan rasa cinta suaminya dengan syarat harus membawa sekeping hosti yang sudah dikonsekrasi.

Mujizat ini terjadi di sebuah desa bernama Santarem, 35 mil sebelah selatan Fatima pada tanggal 16 Februari 1266.

Walaupun wanita ini tahu bahwa jika membawa pulang hosti kudus adalah perbuatan sakreligi dan dia juga mengetahui bahwa dukun itu juga berniat tidak baik, namun dia tetap melakukannya.

Wanita ini mengikuti misa di Gereja St. Stephen dan keitika menyambut komuni, dia mengeluarkan lagi hosti yang sudah ada dimulutnya, dan membungkusnya dengan sehelas sapu tangan.

Pada saat wanita ini akan menyerahkan hosti kudus itu, tiba-tiba darah mengalir dari hosti yang dibungkus sapu tangan itu.

Kejadian ini membatalkan niatnya untuk menyerahkan hosti kudus ini, dia segera kembali kerumahnya. Sepanjang perjalanan, darah dari Hosti Kudus ini menarik perhatian banyak orang karena meninggalkan banyak jejak darah dibelakang wanita ini.

Wanita ini lalu menyimpan Hosti Kudus yang berdarah ini dalam sebuah peti dirumahnya. Namun pada tengah malam, terlihat cahaya terang yang menembus peti itu dan menerangi ruangan nya laksana siang hari.

Kejadian ini mengundang pertanyaan suaminya, sehingga wanita ini menceritakan semuanya.

Keesokan harinya, pasangan ini memberitahukan kejadian ini kepada Pastor Paroki. Karena kehebohan yang ditimbulkan, maka langsung dilakukan penyelidikan oleh pihak Gereja.

Hosti Kudus ini lalu dibawa dengan sebuah perakan ke Gereja St. Stephen dan ditempatkan dalam wadah lilin dan disimpan dalam tabernakel.

Pada tahun 1340, ketika tabernakel dibuka, didapati bahwa Hosti ini sudah dalam keadaan pecah diluar wadah lilinnya dan terlihat berada pada sebuah piksis kristal. Akhirnya wadah kristal ini ditempatkan dalam sebuah monstran emas berbentuk buah pear dan dihiasi 33 sinar disekelilingnya.

Hosti berbentuk tidak beraturan ini terlihat pembuluh darah dari bagian atas hingga bawah dan sejumlah darah ditampung dibagian dasarnya. Seorang dokter dari New Jersey, Dr. Arthur Hoagland yang meneliti mujizat hosti ini dalam kurun waktu yang lama, menyebutkan bahwadarah dibagian dasar wadah kristal ini terkadang seperti darah segar dan disaat lain seperti darah yang kering.

Selama berabad-abad, Hosti Kudus ini selalu mengeluarkan darah segar dan dalam beberapa kesempatan, gambar Tuhan kita Yesus terlihat dalam Ekaristi Kudus. Salah seorang saksi dari Mujizat ini adalah St. Fransiskus Xaverius, yang mengunjungi gereja ini sebelum melanjutkan misinya.

Peringatan atas mujizat ini dilakukan pada setiap tahun, minggu kedua di bulan April, dengan melakukan perarakan dari rumah pasangan (tempat asal terjadinya Mujizat) ke Gereja St. Stephen.

Pada tahun 1684, rumah pasangan ini dirubah menjadi sebuah kapel.

Gereja St. Stephen ini dirubah namanya menjadi Gereja Mujizat Kudus melalui persetujuan Pejabat Gereja.


Unam, Sanctam, Catholicam et Apostolicam Ecclesiam

Caritas Dei in cordibus nostris

diterjemahkan secara bebas dari: http://www.therealpresence.org/eucharst/mir/a3.html dan berbagai sumber lain.

Mujizat Ekaristi - BOLSENA dan ORVIETO, ITALI (tahun 1263)

Mujizat kali ini terjadi pada masa ajaran sesat yang disebut Berengarianisme merajalela di Eropa. Bidah ini menyangkal kehadiran Nyata Kristus dalam Ekaristi. Mujizat ini digambarkan secara jelas oleh Raphael dalam sebuah lukisan di Vatican yang terjadi tahun 1263

Saat itu, seorang imam Jerman bernama Peter dari Praha, seorang imam yang saleh namun masih mempunyai ganjalan untuk memahami kehadiran nyata Kristus dalam Ekaristi.

Untuk menghilangkan keraguannya, dia mengadakan ziarah ke Roma dan singgah di Bolsena, sebuah kota kecil 70 km utara Roma dan bermalam di Gereja St. Christina.

Pada saat imam ini mempersembahkan Misa Kudus, diatas altar St. Christina ini dia memohon rahmat untuk dapat menangkap rahasia imannya, anugerah Allah pada saat Perjamuan Terakhir yaitu benar-benar TUBUH KRISTUS sendiri.

Pada saat mengucapkan kata-kata konsekrasi "INILAH TUBUHKU", hosti yang dia pegang mengeluarkan darah dengan hebatnya, membasahi kain korporal dan menetes jatuh kelantai.

Pastor Peter dari Praha ini terkejut dan berusaha menyimpan Hosti ini dengan kain korporal dan bergegas menemui Bapa Suci Paus Urbanus IV yang kebetulan berada di kota Orvieto.

Beliau memberikan absolusi kepada Pastor Peter setelah Bapa Suci mendengar pengakuannya.

Paus Urbanus IV segera mengirimkan utusannya untuk menyelidiki kejadian ini. Segera setelah konfirmasi didapat, Paus Urbanus IV memerintahkan Hosti berikut kain korporal nya dibawa ke Orvieto dengan sebuah perarakan. Ketika perarakan hosti suci sampai di jembatan matahari, Paus Urbanus berlutut dihadapannya dan membawa dengan penuh hormat Hosti dan korporalnya ke Katedral Orvieto.

Bapa Suci menegaskan bahwa Mujizat Ekaristi ini untuk mematahkan alirah bidah Berengarianisme.

Pada tanggl 11 Agustus 1264, Bapa Suci mengeluarkan Surat pernyataannya "TRANSITURUS"(tentang mujizat ini) yang sekaligus meresmikan suatu hari pesta baru yaitu "HARI RAYA TUBUH DAN DARAH KRISTUS untuk mengenang Mujizat Bolsena"

Paus Urbanus IV, secara langsung menugaskan St. Thomas Aquinas untuk menyusun suatu tata cara dan doa khusus untuk menghormati Sakramen Maha Kudus sebagai Tubuh Kristus. Pada tahun yang sama, Bapa Suci memperkenalkan 2 buah lagu puji-pujian yang digubah oleh St. Thomas Aquinas yaitu"O SALUTARIS dan TANTUM ERGO" yang kita kenal dan masih dinyanyikan sampai saat ini.

Marmer tempat darah menetes di Bolsena, dibongkar dan dijadikan relikwi, totalnya ada 4 buah batu dan setiap batu menunjukan darah Hosti Maha Kudus. 3 buah diantaranya ditempatkan pada altar khusus dan dinamai Altar Mujizat. 1 batu terakhir ditempatkan pada dinding bagian belakang altar asli St. Christina tempat mujizat ini terjadi.

Pada perayaann pesta mujizat ini, relikwi inilah yang diarak dalam proses yang meriah.

Sebuah fenomena luar biasa terjadi pada marmer yang tertetesi darah Maha Kudus, yaitu ketika seorang imam dari Bolsena meminta sepotong marmer untuk digunakan relikwi pada altar disebuah gereja yang sedang dibangun. Ketika yang berwenang berusaha mencungkil sepotong marmer, didapati bahwa DARAH ITU SUDAH MERESAP kedalam lapisan marmer dan MENYATU didalamnya. Sehingga marmer itu tidak mungkin dicungkil dan tidak diperkenan dicungkil sampai hari ini.

Paus Gregorius X pada buletin yang ditulisnya, pada tanggal 11 September 1272, memberikan indulgensi kepada umat yang berdevosi kepada Altar Mujizat Ekaristi ini.

Pada Agustus 1964 memperingati 700 tahun terjadinya mujizat ini, Paus Paulus VI mempersembahkan Misa Kudus dialtar dimana korporal suci disimpan dalam wadah emas di Katedral Orvieto. Pada tahun 1976, Bapa Suci meningkatkan tingkat gereja menjadi Basilika kecil




Unam, Sanctam, Catholicam et Apostolicam Ecclesiam

Caritas Dei in cordibus nostris

diterjemahkan secara bebas dari: http://www.therealpresence.org/eucharst/mir/a3.html

dan berbagai sumber lain.

Mujizat Ekaristi - REGENSBURG, JERMAN (tahun 1255)

Pada hari Kamis Putih tanggal 25 Maret 1255, seorang imam bernama Dompfarrer Ulrich Von Dornberg, dari Ratisbonne (nama sebelum menjadi Regendburg) mengambil Hosti Kudus untuk seorang pasien yang sedang sakit. Saat memasuki kota, dia mendapati bahwa jembatan penyebrangan yang biasa digunakan sudah rusak karena badai dan air sungai yang meluap. Namun beberapa warga disekitar memasang papan sederhana untuk menyebrang. Pada saat akan menyebrang, Imam itu tidak sengaja terpeleset dan menumpahkan isi Sibori. Dengan susah payah Imam itu mengumpulkan semua hosti yang terjatuh.

Sebagai pemulihan atas keteledoran ini, umat disekitarnya mendirikan sebuah kapel sederhana dari kayu sesaat kemudia dan selesai 3 hari kemudian. Tanggal 8 September 1255, Kapel itu diberkati Uskup Albert dan dinamai Kapel St. Saviour dengan mentahtakan Sakramen Maha Kudus melalui sebuah perarakan.

Mujizat Ekaristi ini terjadi ketika seorang imam pada saat melakukan konsekrasi, dia berfikir dan ingin tahu tentang KEHADIRAN NYATA dari YESUS dalam EKARISTI.

Seketika itu juga, terlihat seberkas cahaya kuat dari Salib Kristus dan Tubuh Kristus di kayu salib besar (salib utama) yang berada diatas altar terlihat hidup.

Salah satu tangan Tuhan kita terlepas dari salibnya dan mengambil piala dari tangan imam itu dan mengangkatnya dihadapan para umat sebagai adorasi terhadap Sakramen Maha KudusNya.

Sang Imam pun terkejut, takut dan serta merta dia menyesal dan bertobat menyesali keragu-raguannya.

Kemudian Piala yang dikonsekrasi Tuhan kita secara langsung dikembalikan padanya.

Setelah kejadian ini, Kapel St. Saviour diperbaiki dan dibuat permanen dan selesai pada tahun 1260. Salib besar tetap dipertahankan sebagai Salib Utama disana. Nama Kape St. Saviour diganti menjadi Kapel Salib (Kreuzkapelle)



Caritas Dei in cordibus nostris

diterjemahkan secara bebas dari: http://www.therealpresence.org/eucharst/mir/a3.html

dan berbagai sumber lain



Mujizat Ekaristi - Daroca, Spanyol (tahun 1239)

Mujizat ini terjadi pada tahun 1239, dimana 3 buah kota Daroca, Teruel dan Calatayud (di Aragon) bersekutu untuk menaklukkan kembali benteng kastil Chio Luchente.

Sebelum melakukan pertempuran, Raja Don Jaime memerintahkah dilakukan Misa Kudus untuk para prajurit dan 6 kaptennya, Don Jiménez Pérez, Don Fernando Sánchez, Don Pedro, Don Raimundo, Don Guillermo dan Don Simone Carroz yang dipimpin oleh Pastor Don Mateo Martínez dari Daroca.

Namun, pada saat misa dilakukan, pasukan Saracen sudah menyerang terlebih dulu. Imam yang kebingungan segera menyelamatkan 6 Hosti Kudus yang sudah dikonsekrasikan untuk para kapten itu kedalam korporal (kain untuk alas hosti dan anggur yang akan dikonsekrasikan).

Korporal itu disembunyikan diantara bebatuan disekitar altar.

Setelah perang berakhir dengan kemenangan di pihak Spanyol, para tentara dan 6 kaptennya kembali ke altar, berlutut dan bersyukur atas kemenangan itu.

6 Kapten itu meminta Imam memberika Hosti yang sudah dikonsekrasikan dalam Misa Kudus sebagai ujud syukur atas kemenangan perang itu.

Imam itu segera mengambil korporal yang disembunyikan dibebatuan namun mendapati 6 hosti itu hilang dan kain korporal itu terdapat 6 bercak/noda darah (yang hampir bulat mendekati bentuk hosti).

Mujizat ini diyakini sebagai pertanda dan rahasia kemenangan yang dinyatakan Kristus melalui mujizat Ekaristi ini.

Permasalahan baru timbul pada saat menetapkan dimana korporal ini akan disimpan, karena misa dilakukan diluar kota Valencia, sehingga Daroca, Teruel dan Calatayud mengklaim bahwa mujizat ini terjadi diwilayah mereka secara hukum.

Akhirnya, kesepakatan dicapai dengan meletakan korporal diatas seekor keledai dan membiarkan keledai itu berjalan bebas sampai keledai itu berhenti sendiri. Akhirnya setelah 12 hari berjalan sepanjang +/- 200mil, keledai itu berjalan menuju gerbang kota Daroca dan berhenti tepat didepan Gereja Santo Markus.

Sebuah Gereja didirikan untuk didedikasikan kepada Bunda Maria dan relikui itu disimpan disana.

Gereja itu dikenal sebagai Gereja Santa Maria Colegiata.



Caritas Dei in cordibus nostris

diterjemahkan secara bebas dari: http://www.therealpresence.org/eucharst/mir/a3.html

dan berbagai sumber lain.

Mujizat Ekaristi - FLORENCE, ITALIA (tahun 1230 dan 1595)

Mujizat Ekaristi di Florence-Italia yang pertama terjadi pada tanggal 30 Desember 1230 di sebuah biara susteran yang bergabung dengan Gereja Santo Ambrosius.

Seorang Imam bernama Uguccione setelah menyantap Tubuh dan Darah Kristus yang sudah dikonsekrasi (hosti dan anggur) karena lalai kurang bersih membersihkan piala tempat anggur dikonsekrasi menjadi darah kristus, sehingga masih menyisakan beberapa tetes anggur didasar pialanya.

Keesokan harinya, ketika dia hendak bersiap mempersembahkan Misa Kudus, dia mendapati ada darah dalam dasar piala.

Sejarawan, Giovanni Villani, memberikan gambaran tepat: "Sehari kemudian, mengambil piala, ia menemukan darah membeku [...] dan ini ditunjukkan kepada semua wanita biara dan untuk semua penduduk setempat yang hadir.

Lalu imam ini mengambil darah yang Maha Mulia dari piala itu dan menyimpannya dalam sebuah tempat kristal. Uskup Ardingo Pavia memerintahkan agar darah dalam tempat itu dibawa kepadanya ntuk disimpan ditempat yang aman didekat Gereja Santo Ambrosius. Pada tahun 1399, Bapa Suci Paus Bonafasius IX memberika indulgensi kepada siapapun yang berdevosi kepada Darah Maha Kudus itu.

Peringatan 750 keajaiban itu dirayakan pada tahun 1980.

Peninggalan Darah mengental (beberapa tetes darah yang diukur sekitar satu sentimeter persegi) tetap dalam keadaan sama dalam wadah relikwi yang telah ditempatkan dalam sebuah tabernakel marmer putih yang dibuat oleh Mimo da Fiesole.

Mujizat kedua, terjadi pada tanggal 24 Maret 1595, bertepatan dengan perayaan Jumat Agung, saat lilin di altar utama jatuh dan membakar taplak altar secara tidak sengaja piala yang berisi Hosti Kudus yang sudah di konsekrasikan jatuh dan hosti itu jatuh berantakan.

Namun ada 6 buah Hosti yang kebetulan jatuh ke karpet bawah dan karena panas api, tiba-tiba membelit satu sama lain.

Pada tahun 1628, Uskup Agung Marzio Medici dari Florence menguji hosti itu dan mendapati bahwa hosti itu tidak rusak sama sekali.

Saat ini, kedua Mujizat Ekaristi ini ditempatkan dalam sebuah Monstran indah, dimana pada bagian atas untuk meletakan hosti dan bagian bawahnya ditempatkan Darah Maha Kudus dalam sebuah kristal berbentuk silinder.

Monstran pada bagian atas ditopang oleh 2 patung emas malaikat kecil dan bagian bawahnya diapit juga oleh 2 patung malaikat yang ukurannya lebih besar.

Setiap bulan Mei, diadakan devosi 40 jam untuk menghormati Hosti Kudus dan Darah Maha Mulia ini.


Caritas Dei in cordibus nostris

diterjemahkan secara bebas dari: http://www.therealpresence.org/eucharst/mir/a3.html

dan berbagai sumber lain

Mujizat Ekarisi - ALATRI, ITALIA (tahun 1228)

Mujizat ini terjadi karena rasa cinta seorang gadis kepada pria pujaannya yang menjadi "impian" semua gadis dimasa itu.

Karena rasa cintanya yang begitu besar sehingga membutakan Iman Kristianinya, dia mendatangi seorang dukun. Dan dukun ini meminta dia membawa sekeping Hosti yang sudah dikonsekrasi untuk dibuatkan ramuan cinta (pelet) untuk si pria idaman itu.

"Tidak ada obat yang lebih mujarab selain dari Tuhan, yaitu Tubuh Ilahi Raja segala hati" demikian gadis itu berfikir. Sehingga pada saat dia menerima Hosti Kudus, dia menyimpannya dan membawa pulang hosti yang sudah dikonsekrasi itu kerumahnya dan menyimpannya dalam sebuah tempat.

Selama 2 hari, gadis itu selalu dihantui perasaan bersalah dan diganggu dengan mimpi tentang "api kekal".

Akhirnya, setelah mengalami perang batin, gadis ini memberanikan diri membuka kembali tempat penyimpanan Hosti Kudus dan dia terkejut mendapati hosti itu sudah berubah menjadi sepotong daging.

Gadis itu menangis dan mengundang orang-orang berkerumun dirumahnya.

Imam yang mendengar berita ini seger mendatanginya dan mengambil Hosti Kudus dan wadahnya dan menyimpannya dalam Gereja.

Sang Dukun yang mendengar kejadian ini menyembunyikan diri untuk bersiap-siap membela diri. Ketika diminta Uskup untuk menghadap, dukun ini menyanggupi dan begitu melihat orang banyak tidak berpihak kepadanya dia merebahkan diri dihadapan Uskup dan memohon pengampunan.

Uskup Giovanni yang menjadi Uskup di Alatri waktu itu berdiskusi dengan banyak orang mengenai peristiwa sakreligi ini dan belum bisa memutuskan penitensi kepada gadis dan dukunnya itu, maka beliau menuliskan surat kepada Bapa Paus Gregorius IX dan dengan singkat menjelaskan kronologisnya.

Pada tanggal 13 Maret 1228. Sri Paus menjawab demikian:

"Kita patut menyampaikan puji syukur sedalam-dalamnya kepada Dia yang senantiasa menyelenggarakan segala karyaNya dengan cara-cara yang mengagumkan pada kesempatan-kesempatan tertentu juga mengadakan mujizat-mujizat dan melakukan hal-hal menakjubkan agar para pendosa menyesali dosa-dosa mereka, mempertobatkan yang jahat dan mematahkan kuasa bidaah sesat dengan memperteguh Iman Gereja Katolik, menopang pengharapan-pengharapannya serta mendorong amal kasihnya.

Oleh karena itu, saudaraku terkasih, dengan Surat Apostolik ini, kami menyarankan agar engkau memberikan penitensi yang lebih ringan kepada gadis tersebut yang menurut pendapat kami, dalam melakukan dosa yang teramat serius itu lebih terdorong oleh kelemahan daripada kejahatan, terutama mempertimbangkan kenyataan bahwa ia sungguh menyesal setulus hati ketika mengakukan dosanya. Namun demikian, terhadap wanita yang menghasutnya, yang dengan kejahatannya mendorong si gadis untuk melakukan dosa sakreligi, perlu dikenakan hukuman disipliner yang menurutmu lebih pantas, juga memerintahkannya untuk mengunjungi semua uskup diwilayah terdekat, guna mengakukan dosanya kepada mereka dan mohon pengampunan dengan ketaatan yang tulus"

Hosti ajaib ini disimpan di kapel Katedral Alatri dan diperlihatkan 2 kali setahun yaitu pada hari Minggu pertama setelah Paskah dan hari Minggu pertama setelah Pentakosta.

Larena asal mula mujizat Ekaristi ini sederhana (rasa cinta yang berlebihan) maka Mujizat ini disebut "Mujizat Kaum Papa"

Pada tahun 1960, pada sat merayakan pesta imamatnya yang ke 25 tahun, Uskup Edoardo Facchini dari Alatri, menegaskan kehadiran Yesus dalam Sakramen Maha Kudus.

Beliau melakukan pemeriksaan detail, segel penutup yang masih tetap dan tidak rusak begitu juga dengan pita merah dan segel yang diletakan oleh Mgr. Pietro Saulini, Uskup Alatri masih dalam keadaan baik dengan tanggal tercantum 1 Desember 1886.

Hosti dalam keadaan tetap dalam keadaan yang sama seperti saat pertama ditemukan, yaitu sekerat daging yang sedikit kecoklatan, berbentuk agak silinder mengikuti tempatnya.

Pada tahun 1978 diadakan perayaan istimewa untuk memperingati 750 tahun terjadinya mujizat ini

Caritas Dei in cordibus nostris

diterjemahkan secara bebas dari: http://www.therealpresence.org/eucharst/mir/a3.html

dan berbagai sumber lain