Jumat, 29 Juni 2012

GOD'S SAID...

Jika kamu tidak pernah merasa sakit 
Lalu bagaimana kamu tahu bahwa Aku adalah seorang Penyembuh?


Jika kamu tidak pernah mengalami kesulitan
Bagaimana kamu tahu bahwa Aku adalah seorang Pembebas?


Jika kamu tidak pernah memiliki persidangan 
Bagaimana bisa kamu menyebut diri seorang pemenang?


Jika kamu tidak pernah merasa sedih
Bagaimana kamu tahu bahwa Aku adalah seorang Penghibur?


Jika kamu tidak pernah melakukan kesalahan
Bagaimana kamu tahu bahwa Aku memaafkan?


Jika kamu tahu semua
Bagaimana kamu tahu bahwa Aku akan menjawab pertanyaanmu?


Jika kamu tidak pernah berada dalam kesulitan
Bagaimana kamu tahu bahwa Aku akan datang untuk menyelamatkanmu?


Jika kamu tidak pernah rusak 
Lalu bagaimana kamu akan tahu bahwa Aku bisa membuatmu utuh?


Jika kamu tidak pernah punya masalah
Bagaimana kamu tahu bahwa Aku bisa menyelesaikannya?


Jika kamu tidak pernah punya penderitaan
Lalu bagaimana kamu tahu apa yang Yesus telalh lalui?


Jika kamu tidak pernah melalui api 
Maka bagaimana kamu akan menjadi murni?


Jika Aku memberimu segala sesuatu
Bagaimana kamu menghargai mereka?


Jika Aku tidak pernah dikoreksi kamu 
Bagaimana kamu tahu bahwa Aku mencintaimu?


Jika kamu memiliki semua kekuatan 
Lalu bagaimana km akan belajar untuk bergantung pada Ku?


Jika hidup kamu sempurna
Lalu apa kamu akan membutuhkanKu?

Perkembangan Liturgi Ritus Byzantine

           Perlu diketahui bahwa tradisi ikononostatis bukanlah tradisi awal Gereja dan tujuannya tidak bermakna Theologis ataupun liturgis, hanya sebagai pembatas umat dan altar sehingga tidak berjubel-jubel. Misalnya yang terjadi di Gereja Aghia Sophia pada jaman dahulu, sehingga dibuat ikonostatis yang bentuknya pun tidak tinggi seperti sekarang. Dahulu ikononostatis hanya sebatas pinggang tingginya dan sejak awal tidak diberi ikon, karena memang fungsinya bukan untuk menutupi apa yang terjadi didalam altar. Kemudian perkembangan Ritus Monastik mulailah tertutup seperti sekarang.
            Perkembangan liturgi Gereja Timur banyak mengalami perubahan yang bersifat evolutif. Misalnya, Liturgi Ilahi St. Yohanes Krisostomos yang masih asli dari beliau hanyalah bagian doa-doanya saja, selebihnya merupakan penyesuaian. Liturgi Ilahi St Yohanes Krisostomos awalnya terdapat dua ritus yaitu Ritus Katedral dan Ritus Monastik. Ritus Katedral dimengerti para ahli sebagai yang lebih otentik, tetapi saat perang salib yang keempat, (saat Katedral utama di desekrasi oleh tentara Latin) otomatis Katedral tidak bisa dipakai lagi, sehingga Ritus Monastik yang dipakai karena lebih praktis dan singkat. Ritus inilah yang dipakai sekarang. Ritus Katedral hilang bahkan banyak para ahli mencoba merekontruksi ritus ini tetapi banyak yang tidak berhasil. Dari keseluruhan institusi Orthodox yang saya kenal hanya ada satu biara saja yang "berani" menggunakan Ritus Katedral yaitu biara New Skete di New York Amerika Serikat. Inipun hasil rekontruksi dari Pater Alexander Schemann.  Tetapi inipun adalah hasil eksperimen dan tidak diterapkan dimanapun. Biara New Skete tadinya adalah biara Fransiskan Katolik Byzantine yang menjadi biara Orthodox.
            Tradisi Ruang Maha Kudus pada awalnya tidak ada hubungannya dengan Bait Allah Perjanjian Lama, karena pada awalnya Gereja cukup mendisasosiasikan ibadat Kristen dan Ibadat Yahudi, bisa dilihat dalam hukum kanon contohnya, dimana Paskah Kristen tidak boleh bersamaan dengan Paskah Yahudi. Semua benda didalam Gereja Timur itu tidak diberi arti Theologis pada awalnya, termasuk ikonostasis, karena tujuannya bukan sebagai bagian dari devosional liturgi Gereja tetapi hanya sebagai tujuan praktis, bahkan tabernakel saja bahasa Yunani nya adalah Arthomophorion yang secara sederhana berarti tempat roti! Satu-satunya benda dalam gereja yang dari awal mempunyai makna Theologis hanyalah altar yakni sebagai kuburan Kristus. Kemudian baru benda-benda yang ada diberi makna Theologis.
            Liturgi Ilahi serta pertemuan umat Kristen awal dilakukan di Katakombe, tempat kuburan orang Romawi serta gorong-gorong bawah tanah dibawah kota, sehingga tentunya baunya "khas" ditambah dengan serangga-serangga yang berhubungan dengan bau tersebut, oleh karena itu digunakan semacam kipas yang digunakan untuk mengusir serangga-serangga tersebut dari elemen-elemen perjamuan kudus (roti dan anggur). Dalam Gereja Timur Kipas ini diberi makna Kerubim dan Serafim (exapteriga/rapidia) yang berbetuk bundar yang biasa diletakan dibelakang altar. Demikian juga halnya dengan penggunaan dupa pada awalnya untuk menghilangkan bau tersebut. Ketika Gereja merdeka dari masa penganiayaan, Gereja tidak lupa pada masa lalu yang "khas" ini jadi, beberapa kebiasaan ini dibawa ke permukaan. Bahkan pakaian uskup, imam dan diakon, yang merupakan pakaian liturgis khusus hanya: Omophorion (setara dengan palium di Gereja Latin) untuk uskup, Epitrakhelion (stola imam) dan Orarion (stola diakon). Sedangkan pakaian yang dikenakan selain ini adalah pakaian sipil biasa yang dipakai oleh orang-orang Romawi pada zaman tersebut. Kalau di Gereja timur malah ada yang menarik, Cassock atau jubah hitam yang berlengan lebar yang digunakan oleh imam merupakan pakaian sipil yang biasa dikenakan oleh para pengacara di kota Konstantinopel. Juga seperti kerah klerus atau (Clerical Collar) yang biasa dipakai oleh rohaniwan Gereja Barat saat ini juga hanya merupakan kerah biasa yang digunakan para pria bangsawan dan intelektual di zaman Victoria di Inggris pada abad ke-19.