Rabu, 16 Mei 2012
Harta Yang Bernilai
Di depan gerbang sebuah jembatan di sebuah kota di Eropa, duduklah seorang pengemis buta. Untuk mencari nafkahnya, setiap hari ia duduk di situ sambil memainkan biolanya yang sudah usang. Di depannya terdapat sebuah kaleng kosong. Melalui musik dari biola yang dimaninkan, ia berharap orang-orang yang lalu lalang merasa ibah dan meletakkan sedikit uang dalam kaleng kosong tersebut. Begitulah pengemis buta dan miskin ini melakukan kebiasaannya setiap hari.
Pada suatu hari, seorang berpakaian rapi dan berjubah panjang, datang menghampiri pengemis ini. Orang tersebut meminta si pengemis meminjamkan biolanya yang usang. Tentu saja si pengemis ini dengan sigap menolak untuk meminjamkan biola kepada orang yang baru dikenalnya. Apalagi, ia tidak dapat melihat wajah orang tersebut. Lalu, berkatalah pengemis itu,"Tidak! ini adalah satu-satunya hartaku yang sangat berharga!"
Si pendatang itu tidak putus asa. Ia terus membujuk si pengemis agar mau meminjamkan biolanya tersebut hanya untuk memainkan sebuah lagu. Akhirnya, timbullah rasa percaya pada diri pengemis buta itu, lalu dengan perlahan ia memberikan biola tuanya kepada si pendatang.
Si pendatang mengambil biola tersebut, dan kemudian mulai memainkan sebuah lagu dengan sangat merdu. Suara biola yang begitu bening di tangan si pendatang itu membuat orang yang lalu lalang itu berhenti dan mereka mulai mengelilingi si pendatang dan pengemis tersebut. Karena begitu merdu dan bagus, permainan biola si pendatang tersebut membuat semua orang terpaku. Si pengemis buta juga ternganga tanpa dapat mengucapkan sepatah kata pun. Kaleng yang tadinya kosong, tanpa disadari kini telah penuh dengan uang. Dan, lagu demi lagu telah dimainkan oleh si pendatang tersebut.
Akhirnya, tiba waktunya di pendatang ini harus menyelesaikan permainannya. Sambil mengucap terima kasih, ia mengembalikan biola tersebut kepada si pengemis.
Si pengemis, sambil berurai air mata haru, bertanya kepadanya,"Siapakah Anda orang budiman?" Si pendatang dengan tersenyum ramah dan dengan perlahan menyebut namanya "Paganini".
Semua orang terdiam, karena mereka telah kenal nama tersebut. Ya,seorang maestro biola. Paganini telah banyak memberi berkat pada pengemis itu, yang telah bersedia memberikan harta kesayangan satu-satunya untuk dipergunakan oleh sang maestro.
Demikian dalam kehidupan kita mengiring Tuhan Yesus. Apakah kita rela memberikan seluruh harta kekayaan kita kepada Tuhan Yesus?
Sepatu Yang Tertinggal
Suatu hari seorang bapak tua hendak bepergian menggunakan kereta. Namun karena terburu-buru, ketika naik, sebelah sepatunya tersangkut di pintu dan jatuh ke atas rel. Ia hendak mengambilnya namun kereta terlanjur berjalan dan tak mungkin memintanya untuk berhenti. Sesaat kemudian, ia malah melakukan sesuatu yang tidak lazim. Si bapak tua dengan tenang melepas sepatu sebelahnya, lalu melemparkannya ke luar tak jauh dari sepatu tadi jatuh.
Kebetulan semua kejadian itu diperhatikan oleh seorang pemuda yang duduk di dalam kereta. Karena merasa penasaran, pemuda itu hendak bertanya langsung pada si bapak tua. Begitu bapak tua itu melewati tempat duduknya, si pemuda menyapanya ramah. "Salam, Pak. Saya tadi sempat memperhatikan apa yang Bapak lakukan. Boleh saya bertanya sesuatu?"
"Silakan, Nak. Apa yang ingin kau tanyakan?" ujar si bapak tua.
"Begini, Pak. Tadi Bapak sudah kehilangan satu sepatu, lalu kenapa Bapak juga melemparkan sepatu Bapak yang lain? Dengan begitu, bukankah Bapak sekarang tak punya alas kaki."
Si bapak tua itu melihat pemuda itu sambil tersenyum, lalu menjawab ramah, "Nak, seperti yang sudah kamu lihat tadi, saya sudah kehilangan satu sepatu. Sepatu yang terjatuh tadi mungkin akan ditemukan oleh seseorang, dan bisa saja dia itu orang yang tak berpunya. Tapi, apakah sepatu yang cuma sebelah itu ada gunanya buatnya? Tidak, kan? Sementara saya sendiri, apakah sepatu yang masih melekat di kaki saya tadi juga masih bermanfaat bagi saya? Tidak juga, kan?
"Jika saya melemparkan sepatu sebelahnya lagi, kemungkinan besar orang yang tadi menemukan sepatu saya akan menemukan pasangannya. Dengan begitu, sepatu itu bisa kembali berfungsi sebagaimana mestinya. Karena itulah, saya lemparkan sepatu sebelahnya lagi supaya orang yang menemukannya bisa memanfaatkannya dengan baik."
***
Bapak tua di dalam kisah tadi adalah Mahatma Gandhi. Apa yang dilakukan beliau mengandung sebuah filosofi dasar dalam hidup.

Sepanjang masa hidup, kita hampir pasti akan merasakan suatu kehilangan. Entah itu berupa materi atau orang terkasih kita. Dan bagi kita, kehilangan itu awalnya terlihat tidak adil. Tapi jika kita renungkan lebih jauh lagi, kehilangan itu sejatinya terjadi agar ada perubahan positif dan berarti dalam hidup kita.
Berkeras mempertahankan apa yang kita miliki tidak membuat kita atau dunia di sekitar kita menjadi lebih baik. Tapi memberikan dengan ketulusan hati dapat membantu banyak orang dan membuat mereka bahagia.
Sumber: AW Corner
Kebetulan semua kejadian itu diperhatikan oleh seorang pemuda yang duduk di dalam kereta. Karena merasa penasaran, pemuda itu hendak bertanya langsung pada si bapak tua. Begitu bapak tua itu melewati tempat duduknya, si pemuda menyapanya ramah. "Salam, Pak. Saya tadi sempat memperhatikan apa yang Bapak lakukan. Boleh saya bertanya sesuatu?"
"Silakan, Nak. Apa yang ingin kau tanyakan?" ujar si bapak tua.
"Begini, Pak. Tadi Bapak sudah kehilangan satu sepatu, lalu kenapa Bapak juga melemparkan sepatu Bapak yang lain? Dengan begitu, bukankah Bapak sekarang tak punya alas kaki."
Si bapak tua itu melihat pemuda itu sambil tersenyum, lalu menjawab ramah, "Nak, seperti yang sudah kamu lihat tadi, saya sudah kehilangan satu sepatu. Sepatu yang terjatuh tadi mungkin akan ditemukan oleh seseorang, dan bisa saja dia itu orang yang tak berpunya. Tapi, apakah sepatu yang cuma sebelah itu ada gunanya buatnya? Tidak, kan? Sementara saya sendiri, apakah sepatu yang masih melekat di kaki saya tadi juga masih bermanfaat bagi saya? Tidak juga, kan?
"Jika saya melemparkan sepatu sebelahnya lagi, kemungkinan besar orang yang tadi menemukan sepatu saya akan menemukan pasangannya. Dengan begitu, sepatu itu bisa kembali berfungsi sebagaimana mestinya. Karena itulah, saya lemparkan sepatu sebelahnya lagi supaya orang yang menemukannya bisa memanfaatkannya dengan baik."
***
Bapak tua di dalam kisah tadi adalah Mahatma Gandhi. Apa yang dilakukan beliau mengandung sebuah filosofi dasar dalam hidup.

Sepanjang masa hidup, kita hampir pasti akan merasakan suatu kehilangan. Entah itu berupa materi atau orang terkasih kita. Dan bagi kita, kehilangan itu awalnya terlihat tidak adil. Tapi jika kita renungkan lebih jauh lagi, kehilangan itu sejatinya terjadi agar ada perubahan positif dan berarti dalam hidup kita.
Berkeras mempertahankan apa yang kita miliki tidak membuat kita atau dunia di sekitar kita menjadi lebih baik. Tapi memberikan dengan ketulusan hati dapat membantu banyak orang dan membuat mereka bahagia.
Sumber: AW Corner
Langganan:
Postingan (Atom)