Perlu diketahui bahwa tradisi ikononostatis bukanlah
tradisi awal Gereja dan tujuannya tidak bermakna Theologis ataupun
liturgis, hanya sebagai pembatas umat dan altar sehingga tidak
berjubel-jubel. Misalnya yang terjadi di Gereja Aghia Sophia pada jaman
dahulu, sehingga dibuat ikonostatis yang bentuknya pun tidak tinggi seperti
sekarang. Dahulu
ikononostatis hanya sebatas pinggang tingginya dan sejak awal tidak
diberi ikon, karena memang fungsinya bukan untuk menutupi apa yang
terjadi didalam altar. Kemudian perkembangan Ritus Monastik mulailah
tertutup seperti sekarang.
Perkembangan liturgi Gereja
Timur banyak mengalami perubahan yang bersifat evolutif. Misalnya,
Liturgi Ilahi St. Yohanes Krisostomos yang masih asli dari beliau
hanyalah bagian doa-doanya saja, selebihnya merupakan penyesuaian.
Liturgi Ilahi St Yohanes Krisostomos awalnya terdapat dua ritus yaitu
Ritus Katedral dan Ritus Monastik. Ritus Katedral dimengerti para ahli
sebagai yang lebih otentik, tetapi saat perang salib yang keempat, (saat
Katedral utama di desekrasi oleh tentara Latin) otomatis Katedral tidak
bisa dipakai lagi, sehingga Ritus Monastik yang dipakai karena lebih
praktis dan singkat. Ritus inilah yang dipakai sekarang. Ritus Katedral
hilang bahkan banyak para ahli mencoba merekontruksi ritus ini tetapi
banyak yang tidak berhasil. Dari keseluruhan institusi Orthodox yang
saya kenal hanya ada satu biara saja yang "berani" menggunakan Ritus
Katedral yaitu biara New Skete di New York Amerika Serikat. Inipun hasil
rekontruksi dari Pater Alexander Schemann. Tetapi inipun adalah hasil
eksperimen dan tidak diterapkan dimanapun. Biara New Skete tadinya
adalah biara Fransiskan Katolik Byzantine yang menjadi biara Orthodox.
Tradisi Ruang Maha Kudus pada awalnya tidak ada hubungannya dengan Bait
Allah Perjanjian Lama, karena pada awalnya Gereja cukup
mendisasosiasikan ibadat Kristen dan Ibadat Yahudi, bisa dilihat dalam
hukum kanon contohnya, dimana Paskah Kristen tidak boleh bersamaan
dengan Paskah Yahudi. Semua benda didalam Gereja Timur itu tidak diberi
arti Theologis pada awalnya, termasuk ikonostasis, karena tujuannya
bukan sebagai bagian dari devosional liturgi Gereja tetapi hanya sebagai
tujuan praktis, bahkan tabernakel saja bahasa Yunani nya adalah Arthomophorion yang
secara sederhana berarti tempat roti! Satu-satunya benda dalam gereja
yang dari awal mempunyai makna Theologis hanyalah altar yakni sebagai
kuburan Kristus. Kemudian baru benda-benda yang ada diberi makna
Theologis.
Liturgi Ilahi serta pertemuan umat Kristen
awal dilakukan di Katakombe, tempat kuburan orang Romawi serta
gorong-gorong bawah tanah dibawah kota, sehingga tentunya baunya "khas"
ditambah dengan serangga-serangga yang berhubungan dengan bau tersebut,
oleh karena itu digunakan semacam kipas yang digunakan untuk mengusir
serangga-serangga tersebut dari elemen-elemen perjamuan kudus (roti dan
anggur). Dalam Gereja Timur Kipas ini diberi makna Kerubim dan Serafim
(exapteriga/rapidia) yang berbetuk bundar yang biasa diletakan
dibelakang altar. Demikian juga halnya dengan penggunaan dupa pada
awalnya untuk menghilangkan bau tersebut. Ketika Gereja merdeka dari
masa penganiayaan, Gereja tidak lupa pada masa lalu yang "khas" ini
jadi, beberapa kebiasaan ini dibawa ke permukaan. Bahkan pakaian uskup,
imam dan diakon, yang merupakan pakaian liturgis khusus hanya:
Omophorion (setara dengan palium di Gereja Latin) untuk uskup,
Epitrakhelion (stola imam) dan Orarion (stola diakon). Sedangkan pakaian
yang dikenakan selain ini adalah pakaian sipil biasa yang dipakai oleh
orang-orang Romawi pada zaman tersebut. Kalau di Gereja timur malah ada
yang menarik, Cassock atau jubah hitam yang berlengan lebar
yang digunakan oleh imam merupakan pakaian sipil yang biasa dikenakan
oleh para pengacara di kota Konstantinopel. Juga seperti kerah klerus
atau (Clerical Collar) yang biasa dipakai oleh rohaniwan Gereja
Barat saat ini juga hanya merupakan kerah biasa yang digunakan para
pria bangsawan dan intelektual di zaman Victoria di Inggris pada abad
ke-19.
0 komentar:
Posting Komentar