Sabtu, 18 Juni 2011

APA YANG SALAH DENGAN AYAH ?

“Kemana saja kamu Jake. Satu jam ayah menunggu disini, dan kamu baru datang menjemput…” gerutu ayah Jake dengan kesal.

“Maaf ayah, jalannya macet” jawab Jake. Sebenarnya Jake ketiduran, tapi melihat ayahnya yang kesal, ia terpaksa berbohong daripada menerima kemarahan yang lebih besar lagi.

Saudaraku terkasih,
Seringkali tanggapan kita terhadap kejujuran anak-anak kita malah mengobarkan kemarahan kita pada mereka.

Anak yang mengakui piring pecah karena tergelincir sewaktu dicuci. Uang pembayaran sekolah yang dibelanjakan untuk sepotong kue. Bolos dari sekolah karena menonton film bersama teman-teman.

Reaksi kemarahan orang tua terhadap kejujuran anak-anak inilah yang akhirnya mendorong anak-anak kita untuk berbohong, agar bisa lepas dari kemarahan orang tua. Dan bila suatu ketika, kita sebagai orang tua mengetahui kebohongan itu, maka lagi-lagi reaksi kemarahan dan omelan yang menjemukan menerpa anak-anak.

Sebenarnya, apa yang salah dari kita sebagai orang tua?

Saudaraku terkasih,
Dr. Arun Gandhi cucu dari mendiang Mahatma Gandhi pernah menceritakan satu kisah dalam hidupnya yang sungguh mengesankan sebagai berikut.

“Ketika itu usia saya kira-kira 16 tahun dan saya tinggal bersama kedua orang tua di sebuah lembaga yang didirikan oleh kakek saya, Mahatma Gandhi.

Kami tinggal disebuah perkebunan tebu kira-kira 18 mil jauhnya dari kota Durban, Afrika Selatan. Rumah kami jauh dari pelosok desa terpencil sehingga hampir tidak memiliki tetangga. Oleh karena itu saya dan kedua saudara perempuan saya sangat senang sekali bila ada kesempatan untuk bisa pergi kepusat kota, untuk sekedar mengunjungi rekan atau terkadang menonton film dibioskop.

Pada suatu hari kebetulan ayah meminta saya menemani beliau kekota untuk menghadiri suatu konferensi selama seharian penuh. Bukan main girangnya saya saat itu.

Karena ibu tahu kami hendak ke kota maka ibu menitipkan daftar panjang belanjaan yang ia butuhkan, disamping itu ayah juga memberikan beberapa tugas kepada saya, termasuk salah satunya adalah memperbaiki mobil di bengkel.

Pagi itu setelah kami tiba ditempat konferensi, ayah berkata kepada saya: “Arun, jemput ayah disini ya, nanti jam 5 sore….dan kita akan pulang bersama-sama.”

“Baik ayah, saya akan berada disini tepat jam 5 sore,” jawab saya dengan penuh keyakinan.

Setelah itu saya segera meluncur untuk menyelesaikan tugas yang dititipkan ayah dan ibu kepada saya satu persatu. Sampai akhirnya hanya tinggal satu pekerjaan yang tersisa yakni menunggu mobil selesai dari bengkel.

Sambil menunggu mobil diperbaiki tidak ada salahnya saya mengisi waktu senggang dengan pergi ke bioskop menonton sebuah film. Saking asyiknya nonton ternyata saat saya melihat jam, waktu sudah menunjukkan pukul 17:30, sementara saya janji menjemput ayah pukul 17:00.

Segera saja saya melompat dan buru-buru menuju bengkel untuk mengambil mobil, dan segera menjemput ayah yang sudah hamper satu jam menunggu.

Saat saya tiba sudah hampir pukul 18:00 sore. Dengan gelisah ayah bertanya pada saya, “Arun! Kenapa kamu terlambat menjemput ayah?”

Saat itu saya merasa bersalah dan sangat malu untuk mengakui bahwa saya tadi keasyikan nonton film, sehingga saya terpaksa berbohong dengan mengatakan, “Maaf ayah, tadi mobilnya belum selesai diperbaiki sehingga Arun harus menunggu.”

Ternyata tanpa sepengetahuan saya, ayah sudah terlebih dahulu menelpon bengkel mobil tersebut, sehingga ayah tahu jika saya berbohong.

Lalu ayah tertunduk sedih; sambil menatap saya ayah berkata; “Arun, sepertinya ada sesuatu yang salah dengan ayah dalam mendidik dan membesarkan kamu, sehingga kamu tidak punya keberanian untuk berbicara jujur kepada ayah. Untuk menghukum kesalahan ayah ini, biarlah ayah pulang dengan berjalan kaki; sambil merenung dimana letak kesalahannya.”

Lalu dengan tetap masih berpakaian lengkap ayah mulai berjalan kaki menuju jalan pulang kerumah.

Padahal hari sudah mulai gelap dan saya tidak sampai hati meninggalkan ayah sendirian seperti itu; meskipun ayah telah ditawari naik, beliau tetap berkeras untuk terus berjalan kaki, akhirnya saya mengendarai mobil pelan-pelan dibelakang beliau, dan tak terasa air mata saya menitik melihat penderitaan yang dialami beliau hanya karena kebohongan bodoh yang telah saya lakukan.

Sungguh saya begitu menyesali perbuatan saya tersebut. Sejak saat itu seumur hidup, saya selalu berkata jujur pada siapapun.

Sering sekali saya mengenang kejadian itu dan merasa begitu terkesan; seandainya saja saat itu ayah menghukum saya sebagaimana pada umumnya orang tua menghukum anaknya yang berbuat salah; kemungkinan saya akan menderita atas hukuman itu; dan mungkin hanya sedikit saja menyadari kesalahan saya.

Tapi dengan satu tindakan mengevaluasi diri yang dilakukan ayah; meskipun tanpa kekerasan justru telah memiliki kekuatan yang luar biasa untuk bisa mengubah diri saya sepenuhnya.

Saya selalu mengingat kejadian itu seolah-olah seperti baru terjadi kemarin.

Saudaraku terkasih,
Ayah Dr. Arun Gandhi tersebut sungguh seorang ayah dan guru yang luar biasa dalam mendidik anaknya. Sebuah kisah emas untuk para orang tua dalam mendidik dam membesarkan anak-anak.

Saudaraku terkasih,
Kisah ini begitu menginspirasi saya secara pribadi, untuk selalu mengevaluasi diri jika anak-anak tercinta saya mulai menunjukkan perilaku yang kurang terpuji.

Ya, saya membiasakan diri untuk selalu bertanya, “Apa yang salah dari saya, mengapa anak saya bisa seperti itu…???”
------------------

(Efesus 6:4) Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.

Fathers, do not irritate and provoke your children to anger, but rear them in the training and discipline and the counsel and admonition of the Lord.


(Amsal 29:17) Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu.

Correct your son, and he will give you rest; yes, he will give delight to your heart.

LORD JESUS bless you and me, now and forever. Amen.

Disalin dari Majalah Perduki Didik Kuntadi oleh Alfiter Simanullang.

0 komentar:

Posting Komentar