Setiap pagi bapak separoh baya itu menumpang sebuah fery yang membawanya menyeberang sungai ke tempat ia berdagang.
Sementara menunggu fery datang, ia biasanya menunggu di sebuah warung dekat pelabuhan sambil menikmati secangkir kopi panas.
Sementara bapak itu menikmati kopi dengan nikmat, biasanya banyak berdatangan anak-anak kecil yang menawarkan jasa untuk menyemir sepatunya dan juga para pengunjung warung itu.
Anak-anak kecil yang seharusnya bersekolah untuk menjadi pandai, bukannya berkeliaran mencari nafkah dengan membuat sepatu pelanggannya menjadi berkilap.
Dengan berlari kecil anak lelaki itu datang menghampiri si Bapak, dan dengan bersemangat mulai menyemir sepatunya.
Matanya berbinar-binar, mulutnya tersungging senyum manis, sesekali pandangannya berpindah dari sepatu yang tengah disemirnya dan beralih ke wajah si bapak yang tengah menikmati kopinya. Tatap mata penuh kasih.
Anak itu nampak sangat senang melakukan pekerjaan menyemir sepatu itu. Dengan hati-hati dan telaten ia membersihkan sepatu itu dengan kain yang tersampir dibahunya, dan kemudian menyemirnya hingga hitam berkilau. Setelah selesai menyemir, sejumlah uangpun diberikan si bapak kepadanya.
“Terimakasih pak….. “ katanya dengan suara santun sambil menundukkan tubuh sebagai tanda hormat.
Kejadian itu kembali berulang keesokan harinya, ketika si Bapak baru tiba didermaga dan menunggu fery kecil yang akan ditumpanginya. Dari kejauhan anak itu segera berlari mendapatkan si Bapak.
Dengan senang hati ia membantu membawa tas si Bapak. Sementara si bapak menikmati hangatnya kopi, anak kecil itu menyemir sepatunya sampai mengkilap. Dan setelah anak itu selesai menyemir sepatu, si Bapak memberikan sejumlah uang kepadanya.
Kejadian ini terus saja berulang sampai suatu pagi, ketika si anak kecil melihat si Bapak dari kejauhan, dengan sekuat tenaganya ia berlari menyongsong si bapak dan membawa tasnya sampai ke warung kopi.
Ia membuka sepatu Bapak itu dengan tangan kecilnya yang kurus hitam dan kemudian dengan cekatan menyemir sepatu dipangkuannya sampai mengkilap.
Sorot matanya yang polos menyiratkan sukacita yang besar, ia melakukannya dengan penuh antusias.
Setelah selesai, seperti biasa si Bapak memberikan sejumlah uang kepada anak lelaki kecil itu. Tapi reaksinya kali ini sungguh berbeda. Anak itu menolak pemberian si Bapak.
Si Bapak kaget. Dengan lembut si Bapak bertanya sambil menatap wajah anak itu, "Nak, kenapa kamu tidak mau mengambil uang ini? Apakah kamu tidak membutuhkannya?"
Dengan mata berkaca-kaca anak kecil tersebut menjawab, "Pak, saya ini anak yatim piatu. Saya hidup di jalanan. Kedua orang tua saya sudah lama meninggal. Saya belum pernah merasakan bagaimana kasih sayang orang tua. Tetapi ketika kita pertama berjumpa dan Bapak memanggil saya dengan sebutan, ‘Nak, mari datang kemari',
sewaktu Bapak memanggil saya ‘Nak', saya merasa seperti anak Bapak. Saya merasa memiliki ayah lagi. Oleh sebab itu saya tidak mau lagi mengambil uang yang Bapak berikan kepada saya. Mulai sekarang, tidak ada satupun yang tidak ingin saya lakukan untuk Bapak. Saya ingin selalu menyenangkan hati Bapak."
Bapak itu ingat kesendiriannya selama ini, setelah istrinya pulang ke surga, dan anak-anaknya mempunyai kehidupan sendiri setelah mereka menikah. Dengan rasa sejuk yang mengalir ke lubuk sanubarinya, dengan menahan jatuhnya air mata bahagia bapak itu merangkul lembut tubuh anak lelaki itu dan bertanya, "Nak, maukah mulai saat ini juga kamu tinggal bersama saya dan menjadi anak saya?"
Si anak kecil balas memeluk erat tubuh bapak itu. Ia tengadah memandang wajah sibapak dengan bercucuran air mata penuh syukur, "Saya mau…. Saya mau pak…..!" jawabnya dengan suara serak karena tangis.
Saudaraku terkasih,
Itulah yang kerapkali terjadi dengan kita?
Saat kita sebagai anak yang terhilang, Tuhan datang sebagai Bapa yang baik menghampiri dan memanggil kita, "Nak, mari datang kemari!" Saat suara itu memanggil, kita merasakan kembali kasih Bapa.
Kita merasakan kasihNya yang besar, kasih tanpa batas dan tanpa syarat, kasih yang membuat kita berkata seperti anak kecil itu, "Mulai sekarang, tidak ada satupun yang tidak ingin saya lakukan untuk Bapak. Semuanya saya mau lakukan untuk menyenangkan hati Bapak."
(Matius 18:14) Demikian juga Bapamu yang di sorga tidak menghendaki supaya seorangpun dari anak-anak ini hilang."
Just so it is not the will of My Father Who is in heaven that one of these little ones should be lost and perish.
---------------------------------
LORD JESUS bless you and me, now and forever. Amen.
Diolah dari tulisan “Kisah Anak Penyemir Sepatu”
1 komentar:
Allah mengasihi kita... Nice post. Salam kenal :)
Follow back yah...
Posting Komentar